Pinggirpapas. Penetapan Upah
Minimum Kabupaten (UMK) Sumenep untuk tahun 2013 sebesar Rp. 965.000, ternyata
tak membuat buruh P.T Garam daerah operasi Pinggir Papas-Karang Anyar
berbahagia. Pasalnya, seperti tahun kemarin, upah buruh yang dibayarkan harian
tidak sesuai dengan UMK yang telah ditetapkan gubernur.
Perlu
diketahui, tahun 2012 UMK Sumenep Rp. 825.000.
Secara harian, buruh seharusnya mendapatkan upah sebesar 27.500. Itu
berdasarkan hitungan 825.000 dibagi 30 hari. Sehingga kalau dibayarkan
per-minggu buruh seharusnya menerima upah sebesar Rp. 192.500.
Tapi
kenyataannya upah buruh P.T. Garam tahun 2012 sejak hari pertama turun lapangan
(sekitar bulan Mei), per-minggu hanya berkisar Rp. 183.000. Itu berdasarkan
upah yang mereka terima per-hari berkisar Rp. 26.150.
Yang
perlu jadi catatan juga, tahun 2012 buruh P.T Garam daerah operasi Pinggir
Papas-Karang Anyar, melalui Persaudaraan Buruh Garam Sumenep (Paberes) pernah
melakukan tuntutan kenaikan upah dari 26.150 yang tidak sesuai dengan UMK 2012
menjadi 27.500. Sialnya, protes itu memakan korban. Ketua Paberes, Zainal, di
akhir Juli diberhentikan secara sepihak. Baru setelah Zainal diberhentikan, upah
buruh dinaikkan menjadi 27.500.
Menjelang
musim produksi (:kerja) 2013, buruh pun hanya bisa pasrah. AS, seorang buruh, ketika diberitahu tentang naiknya UMK Sumenep
2013 menjadi Rp. 965.000, tidak begitu yakin P.T Garam daerah operasi Pinggir
Papas-Karang Anyar akan membayar upahnya sebesar Rp. 32.100 per-hari (965.000/30).
“Itu mustahil. Kecuali ada keajaiban. Tahun kemarin saja Kak Zainal (:ketua
Paberes) menuntut pembayaran upah sesuai UMK diberhentikan. Sudah tahu babathak-nya P.T. Garam,” ujarnya dengan
senyum kecut.
Lebih
jauh AS juga mengungkapkan, bahwa para buruh P.T. Garam, meski memiliki Paberes
yang memiliki badan hukum, tidak bisa apa-apa. Para buruh hanya dipaksa
menerima yang telah ditentukan oleh orang-orang P.T. Garam. Hal itu disebabkan
besarnya ketergantungan masyarakat Pinggir Papas-Karang Anyar pada P.T. Garam
sebagai sumber penghidupan. Kecuali itu, perlindungan terhadap buruh dan
pemenuhan hak-haknya selalu diabaikan. “Kami di sini hanya bekerja. Kalau
macam-macam tahu sendirilah. Kalau sudah diberhentikan, anak-bini makan apa?”
tandasnya.
Kenyataan ini tentunya merupakan catatan miring buat
nasib buruh dan P.T. Garam daerah operasi Pinggir Papas-Karang Anyar. Pertama, status para buruh P.T Garam
hingga kini belum jelas. Padahal mereka merupakan buruh utama dalam menjalankan
roda produksi garam. Kedua, perlindungan
hak buruh yang lemah. Kebebasan untuk berpendapat dan berserikat buruh P.T.
Garam ternyata jauh dari panggang. Setiap mereka hendak mengajukan tuntutan
mengenai hak-haknya selalu dibayang-bayangi PHK secara sepihak. Ketiga, dengan alasan status yang tidak
jelas, jaminan sosial bagi buruh pun tidak jelas. Setiap tahun bantuan untuk
kaca-mata, sepatu boot sebagai pelindung keamanan kerja merupakan kebijakan
yang tidak “tentu.” Parahnya lagi, dalam menjalankan roda produksi garam, buruh
P.T. Garam tidak mengenal hari libur. Keempat,
P.T. Garam sebagai salah BUMN telah mengingkari undang-undang, terutama yang
menyangkut kebebasan berpendapat dan berserikat buruh, serta pelaksanaan
pembayaran upah sesuai dengan UMK.
sumber : Catatan Perjalanan Si Dungu
Posting Komentar